Senin, 30 Juni 2014

Benarkah Tidurnya Orang yang Berpuasa adalah Ibadah

 
Assalam'ualaikum..
 
Benarkah Tidurnya Orang yang Berpuasa adalah Ibadah

Di bulan Ramadhan saat ini, kita sering mendengar ada
sebagian da’i yang menyampaikan bahwa tidur orang yang
berpuasa adalah ibadah. Bahkan dikatakan ini adalah sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga dengan
penyampaian semacam ini, orang-orang pun akhirnya
bermalas-malasan di bulan Ramadhan bahkan mereka lebih
senang tidur daripada melakukan amalan karena termotivasi
dengan hadits tersebut. Dalam tulisan yang singkat, kami
akan mendudukkan permasalahan ini karena ada yang salah
kaprah dengan maksud yang disampaikan dalam hadits tadi.
Semoga Allah memudahkan dan menolong urusan setiap
hamba-Nya dalam kebaikan.

Derajat Hadits Sebenarnya
Hadits yang dimaksudkan,
ﻧَﻮْﻡُ ﺍﻟﺼَّﺎﺋِﻢِ ﻋِﺒَﺎﺩَﺓٌ ، ﻭَﺻُﻤْﺘُﻪُ ﺗَﺴْﺒِﻴْﺢٌ ، ﻭَﺩُﻋَﺎﺅُﻩُ ﻣُﺴْﺘَﺠَﺎﺏٌ ، ﻭَﻋَﻤَﻠُﻪُ ﻣُﻀَﺎﻋَﻒٌ
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya
adalah tasbih. Do’anya adalah do’a yang mustajab. Pahala
amalannya pun akan dilipatgandakan.”

Perowi hadits ini adalah ‘Abdullah bin Aufi. Hadits ini
dibawakan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 3/1437.
Dalam hadits ini terdapat Ma’ruf bin Hasan dan dia adalah
perowi yang dho’if (lemah). Juga dalam hadits ini terdapat
Sulaiman bin ‘Amr yang lebih dho’if dari Ma’ruf bin Hasan.
Dalam riwayat lain, perowinya adalah ‘Abdullah bin ‘Amr.
Haditsnya dibawakan oleh Al ‘Iroqi dalam Takhrijul
Ihya’ (1/310) dengan sanad hadits yang dho’if (lemah).

Kesimpulan: Hadits ini adalah hadits yang dho’if. Syaikh Al
Albani dalam Silsilah Adh Dho’ifah no. 4696 mengatakan
bahwa hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah).

Tidur yang Bernilai Ibadah yang Sebenarnya
Setelah kita menyaksikan bahwa hadits yang mengatakan
“tidur orang yang berpuasa adalah ibadah” termasuk hadits
yang dho’if (lemah), sebenarnya maknanya bisa kita bawa ke
makna yang benar.
Sebagaimana para ulama biasa menjelaskan suatu kaedah
bahwa setiap amalan yang statusnya mubah (seperti makan,
tidur dan berhubungan suami istri) bisa mendapatkan pahala
dan bernilai ibadah apabila diniatkan untuk melakukan
ibadah. Sebagaimana An Nawawi dalam Syarh Muslim
(6/16) mengatakan,
ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺒَﺎﺡ ﺇِﺫَﺍ ﻗَﺼَﺪَ ﺑِﻪِ ﻭَﺟْﻪ ﺍﻟﻠَّﻪ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺻَﺎﺭَ ﻃَﺎﻋَﺔ ، ﻭَﻳُﺜَﺎﺏ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
“Sesungguhnya perbuatan mubah, jika dimaksudkan
dengannya untuk mengharapkan wajah Allah Ta’ala, maka
dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan akan
mendapatkan balasan (ganjaran).”

Jadi tidur yang bernilai ibadah jika tidurnya adalah demikian.
Ibnu Rajab pun menerangkan hal yang sama, “Jika makan
dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat
ketika melaksanakan shalat dan berpuasa, maka seperti
inilah yang akan bernilai pahala. Sebagaimana pula apabila
seseorang berniat dengan tidurnya di malam dan siang
harinya agar kuat dalam beramal, maka tidur seperti ini
bernilai ibadah.” (Latho-if Al Ma’arif, 279-280)

Intinya, semuanya adalah tergantung niat. Jika niat tidurnya
hanya malas-malasan sehingga tidurnya bisa seharian dari
pagi hingga sore, maka tidur seperti ini adalah tidur yang
sia-sia. Namun jika tidurnya adalah tidur dengan niat agar
kuat dalam melakukan shalat malam dan kuat melakukan
amalan lainnya, tidur seperti inilah yang bernilai ibadah.
Jadi ingatlah “innamal a’malu bin niyaat”, setiap amalan
tergantung dari niatnya.


Wassalam....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar